cookieChoices = {}; Cerpen Remaja : Akhirnya Bertemu Langsung ke konten utama

Cerpen Remaja : Akhirnya Bertemu




Jantungku berdegup sangat cepat. Wajahku terasa sangat panas, tapi kulitku dingin sekali. Aku masih disana, berdiri diam didepan pintu masuk bis dan enggan untuk melangkah. Ku tarik nafas panjang dan ku lepaskan perlahan. Aku sudah bertekad untuk berjalan kearah laki-laki itu dan memastikan bahwa itu adalah dia. Sebelah sayap malaikat yang diterbangkan Tuhan untukku.

            Kursi pertama, Kursi kedua, Kursi ketiga, dan Kursi yang dia tempati.

            Aku sudah berada di samping kursinya. Kulihat ia sedang tertidur dengan wajah bersandar kaca bis. Ada satu pasang headset mungil dimasing-masing telinganya. Ku arahkan mataku pada rambut lurusnya yang rapi meski tanpa gell. Ia masih sangat tampan. Meski sudah dua minggu aku tak melihatnya, tapi aku masih ingat betul wajah dan pakaiannya. Dan hari ini dia masih sangat tampan.

            Nafasku masih belum teratur tapi aku coba duduk dikursi kosong disampingnya. Aku duduk perlahan, takut jika aku membangunkan tidurnya dan membuat mimpiku berakhir. Syukurlah, dia tidak terganggu. Ku coba menggambar tidurnya dalam otakku. Melihat matanya yang lentik, hidungnya yang mancung dan rambutnya yang lucu bagiku. Tuhan, apa dia masih ingat denganku?

            Tak kusadari bajuku yang basah mengenai celananya. Akhirnya dia merasakan dinginnya air hujan yang kurasakan dan ia mulai membuka matanya. Ku alihkan pandanganku ke depan dengan cepat, aku takut kalau ketahuan memperhatikannya sejak tadi. Bola mataku bergerak sedikit demi sedikit kearahnya lagi. Ya ampun, dia masih melihatku.

            Kini  aku gerakkan seluruh otot kepalaku untuk memandangnya secara langsung dan lewati bibir yang membiru ini aku ucapkan maaf. Ia tersenyum kepadaku, senyuman yang membuatku jatuh hati padanya. Matanya juga bersinar cerah di langit yang mendung ini. Kemudian tangannya menyentuh atap bis dan mematikan AC di atas tempat duduk kami. Dengan malu aku ucapkan terima kasih banyak padanya dan aku kembali memandang ke depan. Malu sekali rasanya…

            “Apa kau yakin tidak apa-apa?”. Terdengar suara berat dari sampingku. Suara hangat yang akan membuat para malaikatpun akan kecewa karena telah melepaskan sayapnya untukku. Laki-laki itu mengulang pertanyaanya padaku.
            “Iya. Aku baik-baik saja”. Aku memang merasa baik sekali, bahkan air hujan yang membekukankupun tidak dapat memadamkan kobaran api cintaku padamu. Terdengar gombal, tapi itu memang yang aku rasakan kali ini. Aku akan baik-baik saja asalkan aku tidak pingsan di depanmu dan mempermalukan diriku sendiri.
            Ia melepaskan jaketnya dan diselimutkannya padaku. Mataku tercengang langsung dan secara tidak sengaja isi pikiranku keluar bersamaan, “Apa kau masih mengingatku?”. Segera aku menutup mulutku dengan rapat dan berputar 1800 derajat darinya. Kakiku yang kedinginan  bergerak terus-menerus seakan siap akan berlari jika dia benar-benar mendengar ucapanku.
            Tangannya meraih bahuku dan akupun patuh untuk memandang wajahnya. Ia tampak bingung dan gelisah. “Apa... apa maksudmu? Apakah kita pernah saling mengenal sebelumnya?”, katanya terbata-bata.
            Bagaimana ini? apa aku harus menceritakan kisah cinta teromatis dalam hidupku itu kepadanya. Semenit kemudian, aku putuskan untuk mengatakannya, walaupun aku tahu betapa malunya aku. Ku gerakkan mulutku untuk berbicara. “Apakah kau masih ingat dengan gadis yang kau pinjami payung dua minggu yang lalu? di halte bis?”, tanyaku hati-hati.
            Ia tampak berfikir keras, lalu ia tersenyum lagi kepadaku. Ia berkata dengan wajah gembira, “Aku ingat. Kau gadis yang ada disampingku itu bukan? Senang bertemu lagi denganmu”. Ia ambil jaketnya yang sempat jatuh karena tersenggol olehku tadi lalu ia berkata, “Terimalah. Kau terlihat sangat pucat dan menggigil. Kau lebih membutuhkannya daripada aku sekarang”.
            Aku menggangguk dan berterima kasih lagi padanya. Kemudian ia mengayunkan sebelah tangannya padaku. “Aku Kisaragi Haruka. Siapa namamu?”, tanyanya hangat.
            Aku menyambut tangannya dan berkata, “Nanami. Namaku Nanami Sonooka”
            “Mulai sekarang kita berteman ya!”, katanya bersemangat.

            Dan sejak saat itu, aku berteman sangat dekat dengannya. Bertemu, jalan-jalan, berbagi cerita. Kami juga sering pulang bersama naik bis. Itu karena Haruka tinggal berada satu terminal setelah terminal yang sering aku gunakan. Kami memiliki banyak persamaan sifat, jadi tidak sulit bagi kami untuk menjadi sahabat sekarang. Iya, Ia masih menganggapku sebagai sahabatnya untuk sekarang, tapi aku yakin aku akan menjadi kekasihnya nanti. Dan akan aku ajak dia ke surga yang aku sudah buat untuknya.

            Mulai saat ini, aku akan berusaha menjadi orang paling penting bagi Haruka.
            Haruka-kun, Aishiteru and I very love you.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review : Baghban Movie

Wah, loading blog kali ini cepat sekali! Aku mungkin bisa mengentry 10 post hari ini. Tidak. Hanya bercanda Diantara ribuan manusia yang melihat blog ini, apa ada yang menyukai film India? Aku merasa kagum pada kalian. Hati kalian pasti sangat lembut dan sensitif, sama seperti film-film India? Selamat ya bagi kalian. Kemarin aku melihat film Baghban. Benar-benar membuatku terharu. Aku jadi ingat sama kasih dan cinta orang tuaku. Siapaun yang melihat blog ku ini, aku harap kalian tetap bisa mencintai orang tua kalian ya. Sebernarnya aku bingung ingin membagi apa dengan kalian. Jadi aku bagi koment saja tentang film ini.Aku harap kalian suka. Kisah cinta Orang tua. Apa yang bisa kita katakan pada orang yang sedang jatuh cinta. Mereka begitu girangnya menerima anugrah Tuhan. Ada yang rela menghabiskan waktunya yang sempit untuk menonton film dengan pacarnya. Ada yang menjadi penguntit hanya karena cemburu dengan teman kerja pacarnya. Begitu g...

Cerpen : Perpustakaan Sekolah

Aku tak berharap akan mengenal perasaan ini jika bukan karenamu... Matahari terbenam lama sekali. Dia merubah langit menjadi kemerahan lalu menghitam hingga terlihat bintang - bintang kecil menggantikannya. Seandainya aku sedang berada di ladang kakekku pasti aku bisa dengan puas melihat pemandangan petang hari yang hangat. Aku membayangkan ada suara kicauan ibu burung yang memanggil anaknya pulang, atau suara sapi yang digiring ke perternakan. Setelah matahari itu tak terlihat, nenek akan menghampiriku ke teras dan membawa roti bakar selai kacang kesukaanku. Aku menghembuskan nafas sedalam yang aku bisa. Aku harus bisa puas dengan keadaanku sekarang. Aku yang sekarang adalah siswi pindahan dari desa yang setiap harinya menghabiskan waktu di perpustakaan sekolah. Menjadi pengurus perpustakaan sejak setahun yang lalu bukanlah beban bagiku, tapi aku sering merasa kesepian di kota besar ini. Aku sangat senang ketika aku dijadikan pengurus perpustakaan sekolah karena aku meman...