Alkisah, di sebuah hutan belantara ada seekor induk singa yang mati setelah melahirkan anaknya. Bayi singa yang lemah itu hidup tanpa perlindungan induknya. Beberapa hari kemudian, serombongan kambing datang melintasi tempat itu. Bayi singa itu menggerak-gerakkan tubuhnya yang lemah. Salah satu induk kambing merasa iba dengan bayi singa itu dan berniat untuk merawat bayi singa itu.
Hari demi hari, tubuh bayi singa itu tumbuh menjadi anak singa, namun ada yang aneh. Walaupun tubuhnya adalah singa, tingkah lakunya bagaikan kambing. Perilaku anak singa yang sama dengan kambing-kambing dalam kelompok itu. Mengembik, makan rumput dan berkumpul layaknya kambing. Anak singa itu mengembik, bukan mengaum! Ia mengira bahwa ia adalah seekor kambing, sama dengan kambing lainnya.
Hal itu dikarena sejak kecil anak singa itu selalu mendapat kasih sayang dari induk kambing yang tulus. Hingga akhirnya, anak singa itu tidak mau berpisah dengan induknya, menjadi bagian dari gerombolan kambing-kambing itu. Menjalani hari dengan keyakinan yang amat salah.
Suatu hari, ada seekor serigala mengusik para kambing itu. Serigala kelaparan dan menginginkan daging kambing dalam perutnya. Lalu ia menangkap seekor anak kambing dan lari entah kemana. Ternyata, kambing yang dimangsa serigala itu adalah anak dari induk kambing yang mengasuh si singa. Induk kambing sedih dan kecewa pada singa. Ia marah karena anak singa tidak mau untuk menolong saudara kambingnya. Si anak singa bingung dengan perkataan induk kambing, ia masih tidak menyadari maksud si induk kambing.
Beberapa hari kemudian, sang serigala datang menyerang lagi. Kali ini induk kambinglah yang menjadi incaran sang serigala lapar. Hingga sang induk terpojok dan berteriak minta tolong pada anak siang, namun anak singa itu juga ketakutan dengan serigala. Ia lalu bersembunyi dalam kerumunan kambing.
Sedikit demi sedikit, serigala mencabik daging induk kambing. Induk kambing meronta kesakitan. Tak tahan lagi melihat ibunya tersakiti, anak singa itupun menyuruduk serigala layaknya kambing. Awalnya serigala itu terkejut dan ketakutan mengetahui ada singa disampingnya, hingga akhirnya ia mengetahui kejanggalan dalam diri sang singa. Mengetahui hal itu, serigala tampak tak takut lagi. Meskipun anak singa itu sudah menyeruduknya berkali-kali tapi serigala itu tak goyah sedikitpun.
Tiba-tiba datang seekor singa dewasa yang juga mengincar segerombolan kambing itu. Singa itu mengaum keras dan membuat serigala itu lari ketakutan. Lalu singa dewasa itu mengejar gerombolan kambing dan menemukan anak singa disana. Sang singa dewasa merasa curiga dengan anak singa itu dan melupakan tentang rencananay memangsa kambing, ia lebih tertarik dengan keberadaan anak singa itu.
Tahu jika ia sedang dikejar singa, anak singa itu berlari dengan keras hingga menemui jalan buntu. Sang singa dewasa mendekat perlahan sedangkan anak singa itu mengembik minta ampun. Akhirnya, sang singa dewasa mengetahui hal ganjil itu. Anak singa itu tetap saja ketakutan, hingga singa dewasa itu berjanji tidak akan memakan anak singa itu, karena ia memang tidak memakan sebangsanya sendiri.
Bangsanya sendiri? Anak singa itu bingung, ia menyatakan bahwa ia adalah seekor kambing sama dengan induknya. Tapi singa dewasa itu menolak, ia mengatakan bahwa anak singa itu memang sebangsanya, bangsa singa. Anak singa itu tetap menyangkal, hingga akhirnya sang singa dewasa menyeret anak singa itu ke danau dan menemukan bayangan dirinya sama dengan milik singa dewasa. Akhirnya, anak dewasa itupun percaya dan mau belajar mengaum lagi. Anak singa itupun mengaum dengan keras hingga serigala tadi makin terbirit-birit larinya. Senyum mengembang lebar dari sang raja hutan itu. Ia adalah seekor singa nan gagah dan perkasa.
Dari cerita diatas bukankah sama dengan keadaan kita sekarang. Sebagian besar bahkan sangat besar dari kita yang mengangap dirinya adalah kambing sehingga menjalani hidup dengan pasrah saja, katanya sih “Ingin menjalani hidup bagai air mengalir”, tapi kita salah mengerti tentang hal itu. Keadaan kita yang sejak penjajahan menderita dan mudah dilecehkan membuat kita mudah menyerah. Tanpa kita tahui potensi besar seekor singa dalam diri kita menjadikan diri kita sebagai kambing penakut. Mudah pasrah.
Dari cerita diatas bukankah sama dengan keadaan kita sekarang. Sebagian besar bahkan sangat besar dari kita yang mengangap dirinya adalah kambing sehingga menjalani hidup dengan pasrah saja, katanya sih “Ingin menjalani hidup bagai air mengalir”, tapi kita salah mengerti tentang hal itu. Keadaan kita yang sejak penjajahan menderita dan mudah dilecehkan membuat kita mudah menyerah. Tanpa kita tahui potensi besar seekor singa dalam diri kita menjadikan diri kita sebagai kambing penakut. Mudah pasrah.
Ayolah! Jangan membelenggukan diri sendiri maupun mengajak orang menjadi kambing. Banyak isu tentang kekuatan Indonesia. Negara lainpun setuju dengan hal itu, namun kok ya masih ada yang “malu jika disebut putra bangsa”. Kita ini singa! Kekayaan melimpah, Manusia banyak, Uang selalu ada caranya, lalu butuh apalagi untuk maju?! Beberapa orang mungkin masih mengerjakan profesinya dengan loyal sebagai (Maaf) pengemis, pemulung, pengamen. Apa kita merasa puas dengan hal itu? Apa sih sebenarnya sungsi tubuh dan otak yang diberikan Allah ini? Tidur? Nonton TV? Main game?
Kenapa kok nggak kita aja yang menciptakan game? Kenapa bukan kita yang menciptakan TV? Ketinggalan satu episode sinetron yang cuma itu-itu aja nggak akan rugi. Jangan ngeluh doang! Malu sama tikus yang malam hari banting tulang. Mari jadi manusia yang layak! Jangan mengandalkan pemerintah aja! Okey? Setuju?
Semoga artikel ini dapat membantu ya! Maaf jika salah-salah kata.
Semoga artikel ini dapat membantu ya! Maaf jika salah-salah kata.
Van Niece
#Novel Ketika Cinta bertasbih 2
Copas semangat, jalankan pribadi :D
Komentar
Posting Komentar