Ku pandangi awan yang
menghitam ditiup angin. Suara ribut dari langit seakan menjadi simfoni yang
tepat bagiku sekarang. Kilatan
cahaya terkadang juga menyapa, membuka dunia dari gelapnya mendung. Bahkan cahayanya
cukup untuk membuat mata ini teringat kenangan terakhir kita dalam kilasan
cepat. Pertemuanku
denganmu yang mengakhiri semuanya. Hubungan, cinta dan hidupku terputus sejak hari itu. Hari aku memulai
tangis yang berkepanjangan.
Tetes demi tetes langit
mulai berjatuhan ke perut bumi. Bersamaan dengan jatuhnya hujan, air matakupun
ikut melayang bersamanya dan lamunanku pergi ke saat-saat aku merindukanmu.
Hari dimana aku duduk disudut ruangan menanti kedatanganmu meski aku tahu kau
tak akan pernah datang. Hari
dimana aku menjadi pecandu pada senyummu yang melegakan dahagaku. Hari dimana
aku bisa memanggil namamu dengan ringan dan penuh cinta. Tapi semua hal itu
pecah berantakan.
Aku terisak tak bersuara. Melampiaskan
semua rasa sesal, malu dan marahnya pada diriku sendiri yang bodoh telah
meninggalkanmu. Bodohnya aku yang telah mengadaikan kebahagiaanku untuk seorang
sampah. Aku mau mengatakan, aku menyesal Haruka. Maafkan aku yang
jahat ini. Maaf…
Dinginnya
air hujan membuat tubuhku menggigil. Mungkin karena sikapmu yang dinginlah yang
menjadikan diriku menggigil hingga saat ini. Matamu yang tak lagi secerah matahari lalu berubah
menjadi es yang tajam padaku. Bibirmu yang tak lagi menciptakan senyuman yang
hangat namun sebuah kata diam yang menjadi tombak. Sikapmu yang dahulu
perhatian, kini berubah menjadi permusuhan.
Ku coba menutup mata karena tak
kuasa mengingat semua hal yang pahit itu. Sia-sia. Namun sia-sia saja, dalam
gelap otakku terus saja memutar kisah sedihku. Suara petir yang silih berganti
tempat menjadikan suasana haru yang seakan memarahiku atas pengkhianatanku
padamu. Lalu kurasakan getaran yang sangat lembut di kepala ini. Memutar ke
segala arah, mengayunkanku tanpa tujuan yang tentu. Tiba-tiba kepala ini terasa
berat mau jatuh.
Dengan segala sisa tenaga, apapun
tenaga itu, ku coba gerakkan tangan ini untuk saling bertemu. Suara serakku
mengucap doa kepada Tuhan, berharap dia mau mau mempertemukanku lagi denganmu
lagi. Ku mohon, untuk satu kali saja aku ingin melihat kembali wajahnya yang
lembut. Lalu aku akan bersujud diatas kakinya untuk meminta maaf. Aku minta
maaf …
Komentar
Posting Komentar