Jantungku berdegup sangat cepat. Wajahku terasa sangat
panas, tapi kulitku dingin sekali. Aku masih disana, berdiri diam didepan pintu masuk
bis dan enggan untuk melangkah. Ku tarik nafas panjang dan ku lepaskan perlahan. Aku sudah bertekad untuk berjalan kearah laki-laki itu dan memastikan
bahwa itu adalah dia. Sebelah sayap malaikat yang diterbangkan Tuhan untukku.
Kursi
pertama, Kursi kedua, Kursi ketiga, dan… Kursi yang dia tempati.
Aku
sudah berada di samping kursinya. Kulihat ia sedang tertidur dengan wajah
bersandar kaca bis. Ada satu pasang headset mungil dimasing-masing telinganya. Ku arahkan
mataku pada rambut lurusnya yang rapi meski tanpa gell. Ia masih sangat tampan. Meski sudah dua minggu aku tak
melihatnya, tapi aku masih ingat betul wajah dan pakaiannya. Dan hari ini dia
masih sangat tampan.
Nafasku
masih belum teratur tapi aku coba duduk dikursi kosong disampingnya. Aku duduk
perlahan, takut jika aku membangunkan tidurnya dan membuat mimpiku berakhir. Syukurlah,
dia tidak terganggu. Ku coba menggambar tidurnya dalam otakku. Melihat matanya
yang lentik, hidungnya yang mancung dan rambutnya yang lucu bagiku. Tuhan, apa
dia masih ingat denganku?
Tak
kusadari bajuku yang basah mengenai celananya. Akhirnya dia merasakan dinginnya
air hujan yang kurasakan dan ia mulai membuka matanya. Ku alihkan pandanganku
ke depan dengan cepat, aku takut kalau ketahuan memperhatikannya sejak tadi. Bola
mataku bergerak sedikit demi sedikit kearahnya lagi. Ya ampun, dia masih melihatku.
Kini aku gerakkan seluruh otot kepalaku untuk
memandangnya secara langsung dan lewati bibir yang membiru ini aku ucapkan
maaf. Ia tersenyum kepadaku, senyuman yang membuatku jatuh hati padanya.
Matanya juga bersinar cerah di langit yang mendung ini. Kemudian tangannya
menyentuh atap bis dan mematikan AC di atas tempat duduk kami. Dengan malu aku
ucapkan terima kasih banyak padanya dan aku kembali memandang ke depan. Malu
sekali rasanya…
“Apa
kau yakin tidak apa-apa?”. Terdengar suara berat dari sampingku. Suara hangat
yang akan membuat para malaikatpun akan kecewa karena telah melepaskan sayapnya
untukku. Laki-laki itu mengulang pertanyaanya padaku.
“Iya.
Aku baik-baik saja”. Aku memang merasa baik sekali, bahkan air hujan yang
membekukankupun tidak dapat memadamkan kobaran api cintaku padamu. Terdengar
gombal, tapi itu memang yang aku rasakan kali ini. Aku akan baik-baik saja asalkan
aku tidak pingsan di depanmu dan mempermalukan diriku sendiri.
Ia
melepaskan jaketnya dan diselimutkannya padaku. Mataku tercengang langsung dan
secara tidak sengaja isi pikiranku keluar bersamaan, “Apa kau masih
mengingatku?”. Segera aku menutup mulutku dengan rapat dan berputar 1800
derajat darinya. Kakiku yang kedinginan
bergerak terus-menerus seakan siap akan berlari jika dia benar-benar
mendengar ucapanku.
Tangannya
meraih bahuku dan akupun patuh untuk memandang wajahnya. Ia tampak bingung dan gelisah.
“Apa... apa maksudmu? Apakah kita pernah saling mengenal sebelumnya?”, katanya
terbata-bata.
Bagaimana
ini? apa aku harus menceritakan kisah cinta teromatis dalam hidupku itu kepadanya. Semenit kemudian,
aku putuskan untuk mengatakannya, walaupun aku tahu betapa malunya aku. Ku gerakkan
mulutku untuk berbicara. “Apakah kau masih ingat dengan gadis yang kau pinjami
payung dua minggu yang lalu? di halte bis?”, tanyaku hati-hati.
Ia
tampak berfikir keras, lalu ia tersenyum lagi kepadaku. Ia berkata dengan wajah
gembira, “Aku ingat. Kau gadis yang ada disampingku itu bukan? Senang bertemu
lagi denganmu”. Ia ambil jaketnya yang sempat jatuh karena tersenggol olehku
tadi lalu ia berkata, “Terimalah. Kau terlihat sangat pucat dan menggigil. Kau
lebih membutuhkannya daripada aku sekarang”.
Aku
menggangguk dan berterima kasih lagi padanya. Kemudian ia mengayunkan sebelah
tangannya padaku. “Aku Kisaragi Haruka. Siapa namamu?”, tanyanya hangat.
Aku
menyambut tangannya dan berkata, “Nanami. Namaku Nanami Sonooka”
“Mulai
sekarang kita berteman ya!”, katanya bersemangat.
Dan
sejak saat itu, aku berteman sangat dekat dengannya. Bertemu, jalan-jalan,
berbagi cerita. Kami juga sering pulang bersama naik bis. Itu karena Haruka
tinggal berada satu terminal setelah terminal yang sering aku gunakan. Kami
memiliki banyak persamaan sifat, jadi tidak sulit bagi kami untuk menjadi
sahabat sekarang. Iya, Ia masih menganggapku sebagai sahabatnya untuk sekarang,
tapi aku yakin aku akan menjadi kekasihnya nanti. Dan akan aku ajak dia ke
surga yang aku sudah buat untuknya.
Mulai saat
ini, aku akan berusaha menjadi orang paling penting bagi Haruka.
Haruka-kun,
Aishiteru and I very love you.
Komentar
Posting Komentar