Hari itu aku sedang ada di Seoul dengan dua alasan. Pertama
untuk mencari obat untukku dan kedua untuk bertemu Nanami lagi. Tentu dari
kedua hal itu, aku lebih merindukan alasan kedua. Alasan yang kurang tepat
untuk kesini dengan mengeluarkan uang banyak namun dapat sebanding jika aku
dapat menemukan senyuman manis Nanami. Kurasa itu pantas.
Sore hari setelah aku selesai check
up tubuhku, aku bermaksud memberi kejutan kepada Nanami dengan menjemputnya di
sekolahan. Namun hari semakin sore dan larut. Aku masih belum dapat
menemukannya. Ku coba berkeliling sekolahan sambil menikmati ribuan cahaya
lampu kecil dibawah sekolahan yang
muncul dari kegelapan dari gedung sekolahan.
Tiba-tiba terdengar suara tawa kecil
samar yang kukenali. Suara tawa khas Nanami dari ujung ruangan. Jantungku yang
sekarat berdebar sekali lagi. Senyumkupun tak mau turun dari singgasananya. Ku
buka pintu itu perlahan dan bersiap memberi kejutan pada Nanami.
“Nanami-chan…”, kataku terputus
ketika aku menyaksikanhal aneh di depan mataku. Seorang laki-laki yang tak
mungkin asing bagiku dan seorang wanita yang kurindukan. Anehnya mereka
berpelukkan disana. Hanya berdua. Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah ini
artinya Nanami mengkhianatiku?
Mereka menyadari kedatanganku dan dengan
bersamaan terkejut melihatku. Sama halnya denganku sekarang. Deg Deg Deg, terdengar
keras suara denyut jantungku cepat. Aku pegang dada ini namun tetap saja sakit.
Sakit sekali. Aku berusaha keluar ruangang mengerikan itu untuk pergi ke rumah
sakit tempat aku menginap. Tiba-tiba saja tangan lembut mencegahku didepan pintu.Aku melihat Nanami
dengan wajah gugup didepanku dan sosok Ryu dari kaejauhan memperhatikanku dan
Nanami.
Aku diam karena sakit sekaligus
marah. Tepatnya kecewa. Aw! Semakin aku memikirkan hal itu semakin kuat rasa
sakit jantung ini tertusuk. “Haruka, kenapa kau bisa disini?”, tanya Nanami
sambil tergagap. Aku diam. “Yang
kau lihat tadi bukanlah sama seperti yang kau fikirkan”, katanya. “Apa yang aku fikirkan?”, balasku dingin pada Nanami.
Nanami memelukku dan mengucapkan maaf sambil menangis. Aku tak kuat mendengar
tangis orang paling kucintai ini dan bermaksud pergi.
Aku melepaskan pelukkan Nanami
dengan keras. Aku melangkah menajuh namun kembali ke arah Nanami lagi. “Bisakah
kau menolongku?”, kataku lirih pada Nanami. Ia mengangguk sambil terisak.
“Tolong jauhi aku dan Ryu! Dan jangan pernah lagi muncul dihadapanku!”, kataku
kasar pada Nanami. Awalnya aku tidak ingin mengucapkan kalimat jahat itu namun
ketika melihat Nanami, kata demi kata keluar dengan sendirinya.
Aku lalu meneruskan langkah menuju
rumah sakit dengan menahan nyeri yang semakin meresap dalam tubuh. Aku percepat
langkahku dan meninggalkan mereka berdua. Dua orang yang paling kesayangi
bahkan cintai, namun orang yang juga membunuhku. Aku masih mendengar isakkan
tangis Nanami dari jauh namun aku yakin ada Ryu akan menjaganya disana.
Sekarang baru aku sadari, akan
seperti apa diriku nanti.
Komentar
Posting Komentar