cookieChoices = {}; Cerpen Remaja : Cinta Tak Terduga Langsung ke konten utama

Cerpen Remaja : Cinta Tak Terduga




Malam itu angin berhembus begitu kencang dan banyak daun berguguran bagai hujan. Bulan Agustus adalah waktu yang tepat untuk menghujani negeri tropis ini. Aku berjalan berlahan menikmati angin yang menyapa wajahku lembut dan membawaku ke dinginnya malam. Sepi sekali, hanya gesekan angin yang terdengar samar. Jalan menuju rumahku ini hanya bercahayakan lampu remang-remang yang diantaranya sudah tidak berfungsi. Aku paling tidak suka jalan ini karena terlalu gelap untukku. Sebenarnya ada dua hal yang aku tidak sukai didunia ini, yaitu gelap dan pria disampingku ini.

Henry berjalan pelan mengikuti langkahku. Aku melirik sesaat kepadanya. Wajahnya yang memucat dan tingkahnya yang aneh memperlihatkan penderitaannya melawan dingin. Ternyata mantel tebal yang dipakainya belum cukup untuk menghangatkan pria berkulit putih ini. Kukira Malaysia sudah sangat dingin dibandingkan Indonesia, sekarang aku tahu kebenarannya.

“Astaga. Aku bisa mati kedinginan disini. Uhh.. Pedagang itu memang penipu”, omel Henry yang masih sangat fasih berbahasa Indonesia. Entah apa yang ia maksud, tapi aku hanya meliriknya. Paling tidak itu cukup memberitahunya jika aku mendengarkan ocehannya.

“Kau tahu, meskipun Malaysia dingin tapi itu semua tak berarti jika aku membawa mantelku yang mahal. Ah.. salahku juga lupa membawa mantelku itu. Dan bodohnya, aku justru membeli mantel dari pedagang biasa. Ahh.. “, jelasnya. Sekarang aku tahu arah pembicaraanya. Aku juga tahu kalau aku tidak menghentikan omelannya, dia akan memaki pedagang itu.

“Sudahlah. Bagaimanapun juga mantelmu itu sudah membantumu melewati malam ini”, kataku berfikir positif. Dia berhenti dan meraih kedua tanganku dari jaket coklat yang aku pakai. Dia menatap lurus kearahku seakan ingin melahapku dengan tatapannya.

“Tasya…”, desah Henry.

“Aku.. lupa meminta kembalian ke pedagang itu”. Aku tersenyum geli mendengar pernyataan yang tidak penting itu darinya. “Kau mengagetkanku. Ya ampun, ternyata tak ada yang berubah dari berudu yang aku kenal”, kataku selesai tertawa.

“Apa? Aku bukan lagi berudu. Aku sudah menjadi katak dewasa sekarang, dan aku akan menjadi pangeran suatu saat nanti”, bantahnya.

“Iya.. iya.. bermimpilah. Umur 20 tahun tak merubah mimpimu menjadi pangeran katak.”
“Tasya…”, panggilnya.

Henry menarik nafas dalam kemudian menghembuskannya. “Maukah kamu menjadi putri yang akan merubahku jadi pangeran?”, tanyanya serius. Aku mengerjapkan mataku beberapa kali. Aku tak tahu harus berkata apa. Sepi.

“Kau hanya tinggal menggangguk saja”, pintanya. Aku menggangguk.

Aku sendiri tak percaya dengan Henry atau jawabanku padanya. Tapi yang jelas, setelah mala mini, tak akan ada yang sama lagi diantara kami.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review : Baghban Movie

Wah, loading blog kali ini cepat sekali! Aku mungkin bisa mengentry 10 post hari ini. Tidak. Hanya bercanda Diantara ribuan manusia yang melihat blog ini, apa ada yang menyukai film India? Aku merasa kagum pada kalian. Hati kalian pasti sangat lembut dan sensitif, sama seperti film-film India? Selamat ya bagi kalian. Kemarin aku melihat film Baghban. Benar-benar membuatku terharu. Aku jadi ingat sama kasih dan cinta orang tuaku. Siapaun yang melihat blog ku ini, aku harap kalian tetap bisa mencintai orang tua kalian ya. Sebernarnya aku bingung ingin membagi apa dengan kalian. Jadi aku bagi koment saja tentang film ini.Aku harap kalian suka. Kisah cinta Orang tua. Apa yang bisa kita katakan pada orang yang sedang jatuh cinta. Mereka begitu girangnya menerima anugrah Tuhan. Ada yang rela menghabiskan waktunya yang sempit untuk menonton film dengan pacarnya. Ada yang menjadi penguntit hanya karena cemburu dengan teman kerja pacarnya. Begitu g...

Cerpen : Perpustakaan Sekolah

Aku tak berharap akan mengenal perasaan ini jika bukan karenamu... Matahari terbenam lama sekali. Dia merubah langit menjadi kemerahan lalu menghitam hingga terlihat bintang - bintang kecil menggantikannya. Seandainya aku sedang berada di ladang kakekku pasti aku bisa dengan puas melihat pemandangan petang hari yang hangat. Aku membayangkan ada suara kicauan ibu burung yang memanggil anaknya pulang, atau suara sapi yang digiring ke perternakan. Setelah matahari itu tak terlihat, nenek akan menghampiriku ke teras dan membawa roti bakar selai kacang kesukaanku. Aku menghembuskan nafas sedalam yang aku bisa. Aku harus bisa puas dengan keadaanku sekarang. Aku yang sekarang adalah siswi pindahan dari desa yang setiap harinya menghabiskan waktu di perpustakaan sekolah. Menjadi pengurus perpustakaan sejak setahun yang lalu bukanlah beban bagiku, tapi aku sering merasa kesepian di kota besar ini. Aku sangat senang ketika aku dijadikan pengurus perpustakaan sekolah karena aku meman...