cookieChoices = {}; Cerpen Remaja : Takdir Langsung ke konten utama

Cerpen Remaja : Takdir



                Segar bunga sedap malam menelimuti seluruh permukaan udara di pemakaman. Aura lembut dan mistis sangat kental didalamnya. Namun bukan hal itu yang membuatku tidak kuat berada disini. Tetapi karena aku mengetahui siapa orang yang akan dikubur didalam tanah yang dingin itu. Karena aku mencintainya maka aku paksakan untuk kemari seperti surat terakhirnya. Surat yang kutemukan dalam laci yan entah sejak kapan ada disana.



            Tubuhku kembali bergetar dan isak tangisku semakin menjadi ketika ku temukan sebuah gambar dirinya sewaktu hidup diarak ketengah makam. Dalam gambar itu, ia masih tersenyum. Berapa? Sudah berapa lama aku tidak melihat senyuman itu? Sudah berapa lama aku meninggalkan cahaya mata itu? Oh iya, sejak hari itu. Sejak hari itu, Haruka sudah tak pernah lagi sehangat dulu. Tak sehangat sebelum mengenalku.



            Setelah foto itu masuk ke tengah pemakaman, lalu disusul oleh sebuah peti yang tak mau aku lihat isinya. Kenapa? Karena aku tahu siapa yang ada didalamya. Sebuah sayap yang telah ku patahkan dan ku tinggalkan begitu sampai ia tak lagi bergerak. Aku memang gadis jahat yang telah menyakiti sayap itu dan kini aku juga yang menguburnya sendiri. Aku ini jahat! Jahat!



            Tiba-tiba kurasakan hangat dan lembut sebuah tangan yang menggapai pundakku. Aku menoleh dan ku temukan wajah yang tak lagi asing bagiku. Wajah seorang wanita setengah baya yang terlihat semakin tua dengan kulit keriput dan mata lebab yang menghitam. Seseorang dulu dipanggil oleh Haruka dengan kata, Ibu. Aku memaksakan senyum kepadanya dan menguatkan dirinya. Aku tidak tahu dari mana asal tenaga untuk ku mengucapkan semua hal itu, sedangkan aku sendiri saja masih terisak-isak.



            Disela-sela pembicaraanku dengan ibu Haruka, muncul seorang wajah lagi yang sangat kubenci beberapa bulan ini. Wajah yang membuatku menolak permintaan tolong Haruka padaku. Seseorang yang bahkan namanya tak mau aku sebut. Ia menghampiri ibu Haruka dan ibu Haruka membalas dengan memeluknya. Aneh? Bagaimana bisa ibu Haruka memeluk seseorang yang aku tidak yakin ia mengenalnya?. “Kyu, bagaimana bisa kakakmu meninggalkan aku seperti ini? Kenapa ia harus dia yang pergi menyusul ayahmu duluan? Kenapa, Kyu?”, tanya ibu Haruka histeris dalam pelukkan Kyu.



            Apa? Kyu? Kakak? Pergi? Haruka?. Otakku terus saja menghubungkan semua hal itu menjadi sebuah fakta yang jelas. Secara tidak sadar, ternyata tanganku sudah mencari tahu semua hal itu sendiri. Tanpa sengaja, tanganku bergerak kearah ibu Haruka dan menyentuhnya.  “Oh, kau belum mengenal Kyu? Kisaragi Kyu. Dia adalah adik Haruka dan anak terakhirku. Bukankah dia sangat tampan seperti Haruka? Tapi sayang, sikapnya sangat berlainan dengan Harukaku”, kata ibu Haruka sambil tersenyum masam mengingat Haruka dan Kyu.



            Aku kaget, bingung, marah dan kesal. Mataku membulat melihat Kyu. Namun sesaat kemudian aku menyadari hal itu dan meninggalkan mereka begitu saja. Aku berlari tanpa arah, jauh dari kerumunan para pelayat, Haruka maupun Kyu. Aku mencari tempat yang sepi dimana aku bisa menangis sepuasku. Pada akhirnya aku menemukan sebuah pohon untuk kaki bernafas. Aku menangis disana dan kembali menyesali takdir yang dituliskan hari ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerpen Remaja : Miftah ku

Hari ini Devy ingin berbagi dengan para reader disana. Yah, sedikit cerita nyata dari memori tapi diubah dari sudut pandang Devy. Selamat membaca...   My Story Hari ini seseorang yang terpenting bagiku akan pulang. Telah lama aku menantikannya dalam mimpiku. Seseorang yang bahkan apabila kusebut maka akan jatuh airmata rindu kepadanya. Jam demi jam terus berdetak. Aku terus menanti mereka dari dalam rumah. Rasa kantuk dan lelah melanda penantianku, tapi aku tidak akan berpindah. Tak kusadari, aku tertidur dalam keadaan menunggu. Tengah malam telah lewat. Kudengar suara hentakan sepatu mematuk aspal lapuk didepan rumah. Aku yakin, itu adalah dia. Ku buka pintu yang sejak tadi kutunggu untuk diketuk. Alkhamdulillah, dia datang. Bukan hanya dia, tapi seorang pria gagah ada disampingnya, pelindung orang yang kucintai. Ya, orang yang kucintai itu adalah kakakku sendiri. Kata orang kami sama, tapi bagiku dia memiliki nilai lebih dariku, "Tulus" itu...