Aku sampai
dikota yang sangat kukenal, bahkan seantero jagadpun hafal namanya. Entah atas alasan
apa yang membuat pria ini memaksaku naik ke mobilnya hingga sampai di kota Cannes ini. Tapi aku semakin berfikir
pria ini pasti sudah tidak waras. Peran atau apalah itu? Semoga aku cepat
terbangun dari mimpi buruk ini.
Oh, aku ingat sekarang
ancamannya akan merobek Molliere-ku.
Dasar psikopat! dia telah berhasil membuat aku mengikuti perintahnya. God, dari sekian juta pria yang hidup
dimuka bumi ini, kenapa memilih orang ini yang menemukan bukuku? Tidakkah Leonardo de Caprio atau Johnny Depp tidak pantas untukku? Ahh..
aku memang pemilih sekali. Semoga Tuhan tidak menghukumku. Kumohon Tuhan,
lepaskan aku dari pria ini..
Tak lama
terlihat pasir putih Cannes yang penuh dengan La Croisette berjejer rapi mengelilinginya. Pantai Cannes yang
diselubungi oleh hotel-hotel mahal dan banyak opera memang banyak menarik hati
seluruh warga bumi. Sejenak aku menikmati pantai Cannes dengan laut birunya nan
indah terpantul cahaya gedung-gedung megah disekitarnya. Kota yang akan selalu
memukau bagiku. Aku yakin poster kota Cannes masih terpajang manis didinding
kamarku. Bandung tak akan bisa seindah Cannes. Andai saja ayah ada disini
sekarang..
Pria itu
mengerem mobil mendadak.
“Mon dieu! Ada apa?”, tanyaku. Mungkin
lebih tepatnya berteriak.
“Pardon, beau mademoiselle. Kita sudah
sampai”, jawab pria ini sambil mengeluarkan senyumannya. Mungkin jika dia bukan
psikopat yang aku tahu, senyumannya itu cukup membuat hati para wanita tergoda.
Astaga! Aku berfikir aneh lagi..
“Madame? Kenapa kau suka sekali melamun!”,
kata pria itu.
“Apa katamu? Madame? Kau kira aku setua itu?”,
sahutku.
“Lantas aku aku
memanggil Madame siapa? Aku saja
tidak tahu nama Madame?”. Pria itu
memberikan satu tangannya kearahku sedangkan tangan yang lain masih menggenggam
stir mobil tua ini. “Aku ini memang pelupa berat”, katanya sambil mengejek
manja.
“Sebastien! Aku
harap Madame mau menyambut tanganku
kali ini”
“Dan, aku
pastikan akan mengingat nama madame”,
sahutnya lagi.
“Tara. T-A-R-A.
Tara Duppont”, jawabku mengeja.
Pria itu tersenyum
lebar dan mengayunkan tanganku keras. Untuk kedua kalinya.
“Mada.. Ah, Tara. Kita sudah sampai di
Cannes. Tapi maafkan aku jika bukan disini tujuan kita”. Sebastien mengangkat
tangannya dan salah satu jarinya mengarah ke sebuah toko fashion besar di
Cannes. “Coco Channel?”
Pria bermata
coklat ini tertawa terbahak-bahak.
“Haha.. kau fikir
kita akan masuk ke Butik termahal di Perancis?”, katanya mengejek.
“Apa maksudmu
sebenarnya? Ah, Tuhan. Kenapa kau ini?”, balasku kesal.
“Pardon, mademoiselle. Pardon. Yang aku
maksud bukan butik para artis itu, tapi bangunan kecil disampingnya. Anda
mengerti?”. Aku diam saja. Aku tidak mau peduli dengan apa yang ia bicarakan.
Aku hanya ingin ini semua selesai dan pulang bersama Molliere-ku.
***
Kami sampai di
bangunan tua itu. Tercium aroma arak diseujung ruang bangunan ini. Pintu dengan
tulisan Secret La Croisette yang
sudah hilang separuh menunjukan betapa tua bangunan ini. Seorang pria tua yang
wajah tirus berjalan mengahampiri kami.
Monsieur dengan baju jumpsuit lusuh dan wajah yang tak terurus. Aku tidak
yakin pasti tapi aku rasa Monsieur ini
tersenyum dengan Sebastien.
“Sebastien!
Lama tak kemari”, sapa Monsieur itu
dengan gaya khas orang tua.
“Oui. Aku membawa gadisku kemari. Apa
kamar itu kosong untuk kami?”, jawabnya ringan.
“Tentu saja.
Kamar itu selalu terbuka untukmu”, jawab Monsieur ini.
“Tres bien!”, teriak Sebastien.
Tunggu, apa dia
bilang kamar? Kami? Aku dan pria ini? Astaga.. dia .. ohh.. my godness!!
“Apa..?”,
kataku belum selesai tapi tangan Sebastien sudah membungkamku. Dia menatap
lurus mataku dan berkata pelan, “Di Cannes, Hidup adalah sebuah festival”
***
Rencana episode
kedepan...
Tara berlari
menuju pintu kamar. Tanpa sengaja dia melihat sosok wanita tua tengah duduk
menghadap lautan. Wanita ini? Apa hubungan wanita ini dengan Tara dan
Sebastien?
Keep Reading ya
Guys...
Komentar
Posting Komentar