cookieChoices = {}; Kecerdasan Spasial Langsung ke konten utama

Kecerdasan Spasial



Kecerdasan spasial mencakup kemampuan untuk merasakan dunia visual-spasial secara akurat serta kemampuan untuk melakukan transformasi pada persepsi awal seseorang. Dunia visual yang didalami oleh seorang insinyur, montir, arsitek atau penemu memudahkan mereka dalam memahami segala hal sampai ke bentuk detailnya yang sering terlewatkan. Ketika kita menggambar suatu pemandangan mungkin yang dipikiran pertama adalah sepasang gunung dengan sawah yang membentang, namun ketika kita sampai pada titik tersebut kita merasa ada bagian kecil yang terlewatkan seperti jalan, awan, matahari, pohon, burung sampai rumput sekalipun. Pada saat kita mencetak suatu visual maka setiap hal detail akan muncul dengan sendirinya.

Picture Smart atau sebutan lain dari kecerdasan visual muncul dari sebuah persepsi yang ada dalam pikiran maupun yang tertuang dalam suatu objek dengan ketajaman visual yang tinggi. Setiap orang memiliki tingkat ketajaman visual yang berbeda bahkan orang butapun memiliki kecerdasan visual, namun umumnya orang yang tidak buta memiliki batas penglihatan normal yaitu 20/20. Di kalangan para ilmuwan terkenal sebutan Hypereidesis yaitu ketajaman visual yang luar biasa, dapat berupa kemampuan melihat dari jarak jauh ataupun dari jarak sangat dekat. Kemampuan ini berkembangan pesat pada para pemburu eskimo dimana mereka harus mengamati seksama detail kecil pada pembentukan es dan salju agar tidak menggiringnya ke lapisan es yang tipis dengan resiko yang tinggi. Kemampuan lain dalam kecerdasan visual adalah membentuk gambar eidetik (yaitu kemampuan untuk melihat dan membentuk suatu gambar mental terhadap apa yang mereka lihat dan melarik gambar tersebut untuk mendapatkan detail tambahan yang tidak terlihat dalam gambaran awal).

Kebudayaan modern dimana kita tinggal sekarang menjadikan kemampuan visual tidak lagi penting dibandingkan kecerdasan linguistik dan logis-matematis. Sejumlah besar fakta yang terjadi didepan kedua mata kita sering kali terlewatkan karena kurang berkembangnya kecerdasan visual kita. Ketika kita kanak-kanak, banyak dari kita menyukai berbagai bidang ketrampilan seperti menggambar dan ingin menjadi seniman besar kelak. Namun sebagian besar orang berhenti melukis  dan menggambar setelah usia delapan tahun karena tidak bisa menggambar realistis. Betty edwards, penulis buku Drawing on the Right Side on the Brain mengungkapkan bahwa orang dewasa masih menggambar orang dengan pola batang korek api (yaitu dua lengan, dua kaki, kepala, perut dan seterusnya dengan garis datar) karena berusaha menggambar suatu perlambangan mental seseorang. Hal ini bukanlah hal yang baik, Edwards melanjutkan bahwa orang harus diajarkan untuk mengesampingkan sistem simbol dan melihat apa yang benar-benar ada di depan mata.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerpen Remaja : Miftah ku

Hari ini Devy ingin berbagi dengan para reader disana. Yah, sedikit cerita nyata dari memori tapi diubah dari sudut pandang Devy. Selamat membaca...   My Story Hari ini seseorang yang terpenting bagiku akan pulang. Telah lama aku menantikannya dalam mimpiku. Seseorang yang bahkan apabila kusebut maka akan jatuh airmata rindu kepadanya. Jam demi jam terus berdetak. Aku terus menanti mereka dari dalam rumah. Rasa kantuk dan lelah melanda penantianku, tapi aku tidak akan berpindah. Tak kusadari, aku tertidur dalam keadaan menunggu. Tengah malam telah lewat. Kudengar suara hentakan sepatu mematuk aspal lapuk didepan rumah. Aku yakin, itu adalah dia. Ku buka pintu yang sejak tadi kutunggu untuk diketuk. Alkhamdulillah, dia datang. Bukan hanya dia, tapi seorang pria gagah ada disampingnya, pelindung orang yang kucintai. Ya, orang yang kucintai itu adalah kakakku sendiri. Kata orang kami sama, tapi bagiku dia memiliki nilai lebih dariku, "Tulus" itu...